Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mulyanto, mendesak pemerintah mengevaluasi penataan sumber daya manusia (SDM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Dorongan ini disampaikan menyusul perbuatan peneliti BRIN, Andi Pangerang Hasanuddin, yang mengancam warga Muhammadiyah melalui komentar di media sosial.
Menurut Mulyanto, kejadian tersebut merupakan salah satu indikator lemahnya penataan SDM usai peleburan seluruh lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) secara nasional ke dalam BRIN.
"Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya segera mempertimbangkan pengembalian lembaga Iptek seperti BATAN, LAPAN, BPPT dan LIPI ke format semula agar proses pembinaan SDM dapat optimal," kata Mulyanto dalam keterangan resmi, Selasa (25/4).
Mulyanto menilai, perbuatan Andi jauh dari sikap peneliti yang toleran, sistematis, objektif, dan rasional. Seorang peneliti, menurut dia, tidak sepatutnya asal mengancam apabila ada perbedaan dalam metodologi suatu permasalahan.
"Ini kan memalukan sekaligus membahayakan. Ancaman pembunuhan terhadap sekelompok orang itu bukan perkara remeh-temen dan bisa dimaklumi. Ini bukti kesekian kalau pembinaan SDM di BRIN amburadul. Karena itu kepada BRIN harus ambil tindakan," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS itu.
Di sisi lain, imbuh Mulyanto, kejadian yang ramai belakangan ini menguatkan temuan Ombudsman terkait peralihan SDM BRIN. Dalam catatan Ombudsman, rekrutmen peneliti dengan meleburkan lembaga riset itu melanggar prosedur, lemah koordinasi dan tidak dipersiapkan dengan baik.
Akibatnya, kata Mulyanto, banyak peneliti yang tidak dapat melaksanakan kegiatan penelitian karena terkendala tugas-fungsi, peralatan lab, aset, struktur organisasi dan anggaran riset.
"Sampai hari ini masa transisi dan konsolidasi tersebut belum tuntas. Bahkan Komisi VII DPR telah merekomendasikan secara resmi kepada pemerintah dalam kesimpulan rapat kerjanya untuk mengganti Kepala BRIN yang sekarang," tutur Mulyanto.
Diketahui, Andi Pangerang melayangkan komentar ancaman kepada warga Muhammadiyah atas perbedaan penetapan Idulfitri 1444 H. Usai menuai kecaman, Andi menyampaikan permohonan maaf melalui surat terbuka.
Ia mengaku mengeluarkan komentar ancaman tersebut dikarenakan rasa emosi dan ketidakbijaksanaan saat melihat akun rekannya di BRIN, Thomas Djamaluddin, diserang oleh sejumlah pihak.
"Saya meminta maaf sebesar-besarnya kepada pimpinan dan seluruh warga Muhammadiyah yang merasa tersinggung dengan komentar saya tersebut. Saya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan semacam ini lagi di waktu-waktu mendatang," tulis pernyataan Andi dalam suratnya, Senin (24/4).
Sementara itu, BRIN mengklaim telah melakukan pengecekan atas informasi dan komentar tersebut. Meski Andi telah membuat surat permintaan maaf, BRIN tetap akan menindaklanjuti melalui Sidang Majelis Etik ASN yang diagendakan Rabu (26/4).
Setelah itu, akan digelar sidang Majelis Hukuman Disiplin ASN untuk penetapan sanksi final.
"Langkah konfirmasi telah dilakukan untuk memastikan status APH adalah ASN di salah satu pusat riset BRIN. Selanjutnya, sesuai regulasi yang berlaku BRIN akan memproses melalui Majelis Etik ASN, dan setelahnya dapat dilanjutkan ke Majelis Hukuman Disiplin PNS sesuai PP 94/2021," ujar Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, Selasa (25/4).